Tuesday 21 March 2017

Pengertian, Sejarah, Dampak, dan Langkah yang di Tempuh Pemerintah Indonesia dari PT Freeport

TULISAN 1

Pengertian, Sejarah, Dampak, dan Langkah yang di Tempuh Pemerintah Indonesia dari PT Freeport

A.     Pengertian PT Freeport Indonesia

PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.

B.      Sejarah PT Freeport

Freport atau PT. Freeport Indonesia merupakan perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya milik Freeport-McMoran Copper and Gold Inc. Freeport McMoRan Copper and Gold Inc. pada awalnya merupakan sebuah perusahaan kecil yang berasal dari Amerika Serikat yang memiliki nama Freeport Sulphur, didirikan pada tahun 1981 melaluimerger antara Freeport Sulphur, yang mendirikan PT Freeport Indonesia dan McMoRan Oil and Gas Company. Perusahaan minyak ini didirikan oleh Jim Bob Moffet yang menjadi CEO Feeport McMoRan. Sejak menemukan deposit emas terbesar dan tembaga terbesar nomor tiga di dunia yang terletak di Papua, perusahaan ini berubah menjadi penambang emas raksasa skala dunia. perusahaan Freeport adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia.

PT. Freeport Indonesia telah beroperasi selama kurang lebih 46 tahun sejak 1967, dan kini merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. PT. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di Papua di dua tempat yaitu tambang Erstberg dari tahun 1967 dan tambang Grasberg pada tahun 1988 tepatnya dikawasan tembaga puri, kabupaten Mimika, provinsi Papua.

PT. Freeport Indonesia telah mengetahui bahwa tanah di daerah Mimika Papua memiliki potensi besar ada pertambangan emas terbesar di dunia, sehingga PT. Freeport Indonesia mulai memasuki daerah Mimika pada tahun 1971 dengan membuka lahan awalnya di Erstberg.

Penandatanganan Kontrak Karya (KK) I pertambangan antara pemerintah Indonesia dengan Freeport pada 1967, menjadi landasan bagi perusahaan ini mulai melakukan aktivitas pertambangan. Tak hanya itu, KK ini juga menjadi dasar penyusunan UU Pertambangan Nomor 11/1967, yang disahkan pada Desember 1967 atau delapan bulan berselang setelah penandatanganan KK.

Keberadaan dan operasional PT. Freeport Indonesia sejak 1967 hingga kini telah memberi keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan induknya, yakni Freeport McMoran di Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari jumlah penjualan Freeport pada tahun 2012, yaitu menjual 915.000 ons (28,6 ton) emas dan 716 juta pon (358 ribu ton) tembaga dari tambang Grasberg di Papua. Hasil penjualan emas itu menyumbang 91% penjualan emas perusahaan induknya.

Berdasarkan laporan keuangan Freeport McMoran, total penjualan emas Freeport sebanyak 1,01 juta ons (31,6 ton) emas dan 3,6 miliar pon ( 1,8 juta ton) tembaga. Penjualan tembaga asal Indonesia menyumbang seperlima penjualan komoditas sejenis bagi perusahaan induknya.

Harga komoditas pertambangan memang turun belakangan ini lantaran rendahnya permintaan di pasar dunia. Namun, kondisi ini tidak terlalu berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan. Buktinya, laba Freeport naik sekitar 16 persen pada kuartal keempat tahun lalu menjadi USD 743 juta (Rp 7,2 triliun). Total pendapatan juga meningkat menjadi USD 4,51 miliar dari USD 4,16 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.

Pada Maret 1973, Freeport memulai pertambangan terbuka di Ertsberg, kawasan yang selesai ditambang pada tahun 1980 dan menyisakan lubang sedalam 360 meter. Pada tahun 1988, Freeport mulai mengeruk cadangan raksasa lainnya, Grasberg, yang masih berlangsung saat ini. Lubang tambang Grasberg telah mencapai diameter 2,4 kilometer pada daerah seluas 499 hektar dengan kedalaman 800 meter. Diperkirakan terdapat 18 juta ton cadangan tembaga, dan 1.430 ton cadangan emas yang tersisa hingga rencana penutupan tambang pada 2041. Bahkan ada spekulasi bahwa PT. Freeport Indonesia juga memproduksi uranium, suatu zat yang sangat dicari oleh banyak negara di dunia untuk kebutuhan energi, walaupun sebenarnya hal ini belum terbukti secara sah.

Aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu 46 tahun telah menimbulkan berbagai dampak. Dampak yang ditimbulkan itu sangat kompleks dan semakin parah dalam kurun 5 tahun terakhir, meliputi dampak fisik maupun dampak social


C.      Pelanggaran dan pencemaran lingkungan:

Tembaga yang dihamburkan dan pencemaran: Freeport dengan alasan mendapatkan biji tembaga mentah secepat mungkin, pengerukan dan pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan pencemaran lingkungan. Lebih dari 3 miliar ton tailing dan lebih dari empat miliar ton limbah batuan akan dihasilkan dari operasi PTFI sampai penutupan pada tahun  2040. Secara keseluruhan, Freeport-Rio Tinto menyia-nyiakan 53.000 ton tembaga per tahun, yang dibuang ke sungai sebagai Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage, ARD) dalam bentuk buangan (leachate) dan tailing. Tingkat pencemaran logam berat semacam ini sejuta kali lebih buruk dibanding yang bisa dicapai oleh standar praktik pencegahan pencemaran industri tambang.

Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage): Hampir semua limbah batuan dari tambang Grasberg sejak tahun 1980an sampai 2003 yang  berjumlah kira-kira 1.300 juta ton berpotensi membentuk asam. Limbah batuan ini dibuang ke sejumlah tempat di sekitar Grasberg dan menghasilkan ARD dengan tingkat keasaman tinggi mencapai rata-rata pH = 3. Kandungan tembaga pada batuan rata-rata 4.500 gram per  ton (g/t) dan eksperimen menunjukkan bahwa sekitar 80% tembaga ini akan terbuang (leach) dalam beberapa tahun.  Bukti menunjukkan   10 pencemaran ARD dengan tingkat kandungan tembaga sekitar 800 mg/L telah meresap ke air tanah di pegunungan tanah Papua disekitar daerah operasi Freeport yang terbilang sangat luas.

Teknologi yang tak layak: Erosi dari limbah batuan mencemari perairan di gunung dan gundukan limbah batuan yang tidak stabil telah menyebabkan sejumlah kecelakaan, satu fatal. Kestabilan gundukan limbah batuan merupakan problema serius jangka panjang. Situs-situs penting bagi suku Amungme telah hancur olehnya, seperti Danau Wanagon yang sudah lenyap terkubur di bawah tempat pembuangan limbah batuan di Lembah Wanagon. Selain itu, sejumlah danau merah muda, merah dan jingga telah hilang dan padang rumput Carstenz saat ini didominasi oleh gundukan limbah batuan lainnya yang pada akhirnya akan menjulang hingga ketinggian 270 meter, dan menutupi daerah seluas 1,35 km2.

Pembekapan tanaman: Pengendapan tailing membekap kelompok tanaman subur dengan menyumbat difusi oksigen ke zona akar tanaman, sehingga tanaman mati. Proses ini telah terjadi pada sebagian bagian besar ADA, meninggalkan tegakan mati pohon sagu dan pepohonan lain di daerah terkena dampak. Ini juga jadi ancaman bagi populasi species terancam setempat yang membutuhkan keragaman ekosistem hutan alam untuk bertahan hidup. Selain nilai konservasinya, endapan tailing juga menghancurkan sungai dataran rendah yang tinggi keragaman hayatinya, hutan hujan, dan lahan basah yang sangat vital bagi suku Kamoro untuk berburu, mencari ikan dan berkebun.

• Tingkat racun tailing dan dampak terhadap perairan: Sebagian besar kehidupan air tawar telah hancur akibat pencemaran dan perusakan habitat sepanjang daerah aliran sungai yang dimasuki tailing. Total Padatan Tersuspensi (TSS) dari tailing secara langsung berbahaya bagi insang dan telur ikan, serta organisme pemangsa, organisme yang membutuhkan sinar matahari (photosynthetic), dan organisme yang menyaring makanannya (filter feeding). Tembaga menghambat kerja insang ikan. Uji tingkat racun (toxicity) dan potensi peresapan biologis (bioavailability) di daerah terkena dampak operasi Freeport-Rio Tinto menunjukkan bahwa sebagian besar tembaga larut dalam air sungai terserap oleh mahluk hidup dan ditemukan pada tingkat beracun.

Logam berat pada tanaman dan satwa liar: Dibandingkan dengan tanah alami hutan, tailing Freeport mengandung tingkat racun logam selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn) dan tembaga (Cu) yang secara signifikan lebih tinggi. Konsentrasi dari beberapa jenis logam tersebut yang ditemukan dalam tailing melampaui acuan US EPA dan pemerintah Australia dan juga ambang batas ilmiah phytotoxicity. Hal ini menunjukkan kemungkinan timbulnya dampak racun pada pertumbuhan tanaman. Pengujian dan pengambilan sampel lapangan menunjukkan bahwa tanaman yang tubuh di tailing mengalami penumpukan logam berat pada jaringan (tissue), menimbulkan bahaya pada mahluk hutan yang memakannya. Semua spesies hewan di tanah Papua disekitar Freeport terkena dipastikan terkena racun yang berasal dari logam.

Perusakan habitat muara: Tailing sungai Freeport-Rio Tinto akan merusak hutan bakau seluas 21 sampai 63 km2 akibat sedimentasi. Kanal-kanal muara sudah tersumbat tailing dan dengan cepat menjadi sempit dan dangkal. Kekeruhan air muara pun telah jauh melampaui standar yang diterapkan di Australia, sehingga menghambat proses fotosintesa perairan.

Kontaminasi pada rantai makanan di muara: Logam dari tailing menyebabkan kontaminasi pada rantai makanan di Muara Ajkwa. Daerah yang dimasuki tailing Freeport menunjukkan kandungan logam berbahaya yang secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan muara-muara terdekat yang tak terkena dampak dan dijadikan acuan. Logam berbahaya tersebut adalah tembaga, arsenik, mangan, timbal, perak dan seng. Satwa liar di daerah hutan bakau terpapar logam berat karena mereka makan tanaman dan hewan tak bertulang belakang yang menyerap logam berat dari endapan tailing, terutama tembaga.
Gangguan ekologi: Freeport sempat menyatakan bahwa  “Muara di hilir daerah pengendapan tailing kami adalah ekosistem yang berfungsi dan beraneka ragam dengan ikan dan udang yang melimpah.” Berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa bagian luar Muara Ajkwa, termasuk daerah pantai Laut Arafura, mengalami penurunan jumlah hewan yang hidup dasar laut (bottom-dwelling animals) sebesar 40% hingga 70%.

Dampak pada Taman Nasional Lorenz: Taman Nasional Lorenz yang terdaftar sebagai Warisan Dunia wilayahnya mengelilingi daerah  konsesi Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang, luas taman nasional telah dikurangi. Kawasan pinus pada situs Warisan Dunia ini terkena dampak air tanah yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang mengandung asam dan tembaga dari tailing Freeport-Rio Tinto. Sementara, kawasan pesisir situs Warisan Dunia ini juga terkena dampak pengendapan tailing. Sekitar 250 juta ton tailing dialirkan melalui Muara Ajkwa dan masuk ke Laut Arafura.

Regenerasi di Daerah Tumpukan Tailing: Tailing tambang pada akhirnya akan meliputi 230 km2 daerah ADA, pada kedalaman hingga 17  meter. Daerah tailing ini kekurangan karbon organik dan gizi kunci lainnya, dengan kapasitas menahan air yang sangat buruk. Kawasan ADA yang luas yang telah mengalami kematian tumbuhan akibat tailing takkan pernah bisa kembali ke komposisi species semula meski pembuangan tailing berhenti. Spesies asli yang 13 bisa tumbuh kembali di tumpukan tailing tidaklah berguna bagi masyarakat setempat, juga tidak bisa menggantikan keberagaman spesies asli yang dulunya hidup di wilayah rimba asli dan hutan hujan bersungai dalam ADA yang telah rusak.

• Transparansi: Freeport-Rio Tinto beroperasi tanpa tranparansi atau pemantauan peraturan yang layak. Tak ada informasi atau diskusi publik tentang pengelolaan saat ini dan masa depan di tambang. Juga tak ada pembahasan mengenai alternatif pengelolaan limbah dan rencana proses penutupan tambang. Terlepas dari keharusan legal untuk menyediakan akses publik terhadap informasi terkait lingkungan, perusahaan belum pernah mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya, termasuk ERA. Freeport-Rio Tinto juga tak pernah mengumumkan laporan audit eksternal independen sejak 1999. Dengan demikian perusahaan melanggar persyaratan ijin lingkungan. ERA yang dihasilkan meremehkan risiko lingkungan yang penting, gagal memberi pilihan untuk mengurangi dampak pembuangan limbah, serta independensi dari para pengkaji ERA pun patut dipertanyakan.

D.     Dampak Sosial dan Budaya Pertambangan Freeport

     Pertambangan Freeport menimbulkan dampak sosial dan budaya. Hal ini dapat dilihat dari sisi kependudukannya. Pemukiman penduduk semakin tersingkir dan menjadi perkampungan kumuh di tengah-tengah kawasan Industri tambang termegah di Asia. Dengan demikian perkembangan tambang di tengah-tengah suku Amungme dan Kamoro ini bukannya mendatangkan kehidupan yang lebih baik, melainkan semakin menyudutka nmereka menjadi kelompok marginal. Hal ini semakin terdorong oleh semakin besarnya arusur banisasi ke Timika dari daerah-daerah sekitarnya dan dari pulau lain di Indonesia. Dimana kehidupan homogen dimasa lalu seketika menghadapi tantangan dari luar dengan hadirnya berbagai suku dan bangsa yang masuk wilayah adat suku Amungme dan Kamoro.

     Persoalan lain yang paling mendasar bagi masyarakat adat Amungme maupun masyarakat adat Kamoro adalah perlunya pengakuan kepada mereka sebagai Manusia di atas tanah mereka sendiri. Persoalan martabat manusia harus dihargai oleh siapapun. Kalau martabat suku Amungme dan suku Kamoro dihargai sebagai manusia, maka persolan PT. Freeport harus diselesaikan dengan melibatkan kedua suku tersebut sebagai masyarakat adat pemilik sumber daya alam tambang tersebut.

     Meski di tanah leluhurnya terdapat tambang emas terbesar di dunia, orang Papua khususnya mereka yang tinggal di Mimika, Paniai, dan Puncak Jaya pada tahun hanya mendapat rangking Indeks Pembangunan Manusia ke 212 dari 300an lebih kabupaten di Indonesia. Hampir 70% penduduknya tidak mendapatkan akses terhadap air yang aman, dan 35.2% penduduknya tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan. Selainitu, lebihdari 25% balita juga tetap memiliki potensi kurang gizi.

     Dampak lain dari kehadiran Freeport di Indonesia adalah terjadinya berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sebagai akibat protes masyarakat terhadap Freeport yang terkesan tidak memperhatikan kesejahteraan masyarakat Adat Suku Amungme dan Komoro yang disebut sebagai pemilik tanah, emas, tembaga, hutan yang kemudian dikuasa ioleh pihak perusahaan. Dalam aksi protes, masyarakat selalu berhadapan dengan piha kaparat keamanan (TNI/POLRI), yang bertugas mengamankan Perusahaan, maka terjadilah pelanggaran Hak Asasi Manusia. Kasus pelanggaran HAM di wilayah penambangan berlangsung cukup lama sejak hadirnya Freeport hingga kini.

     Dari data BPS, Jumlah orang miskin di tiga kabupaten tersebut, mencapai lebih dari 50% total penduduk. Artinya, pemerataan kesejahteraan tidak terjadi. Meskipun pengangguran terbuka rendah, tetapi secara keseluruhan pendapatan masyarakat setempat mengalami kesenjangan. Bisa jadi kesenjangan yang muncul antara para pendatang dan penduduk asli yang tidak mampu bersaing di tanahnya sendiri. Bisa jadi pula, angka presentase yang menunjukkan kemiskinan, seperti akses terhadap air bersih, kurang gizi, akses terhadap sarana kesehatan mengandung bias rasisme. Artinya, kemiskinan dihadapi oleh penduduk asli dan bukan pendatang.

      Sedangkan dampak sosial dari pembuangan tailing kesungai Aikwa terhadap kedua suku tersebut maupun suku-suku lain dari Papua, dapat terlihat dekat dengan mata dimana kota Timika yang dulunya banyak dusun sagu yang memberi makan bagi masyarakat adat Kamoro, dan suku-suku lain dari Papua maupun Indonesia yang tinggal di kota Timika telah rusak. Akibatnya masyarakat tidak bisa mendapatkan sagu sebagai sumber makanan pokok mereka, disamping itu berkembang pesatnya pembangunan yang didukung oleh Freeport membuat suku Amungme dan Kamoro menjadi minoritas di atas tanahnya sendiri. Dengan peralatan sederhana, mereka, baik pendatang maupun masyarakat  local, berani mempertaruhkan nasib, bahkan nyawa, demi mencari konsentrat emas. Kebetulan, metode penambangan oleh Freeport memang  tidak bisa 100% menangkap konsentrat emas yang adadalam bijih.

E.      Dampak Ekonomi Pertambangan Freeport

PT. Freeport Indonesia yang bergerak di bidang pertambangan memberikan manfaat ekonomi langsung dan tidak langsung yang cukup besar bagi pemerintah di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten, dan bagi perekonomian Papua dan Indonesia secara keseluruhan. Manfaat langsung termasuk kontribusinya suatu perusahaan kepada negara, mencakup pajak, royalti, dividen, iuran dan dukungan langsung lainnya. Kami merupakan penyedia lapangan kerja swasta terbesar di Papua, dan termasuk salah satu wajib pajak terbesar di Indonesia.

Laba Freeport naik sekitar 16 persen pada kuartal keempat tahun lalu menjadi USD 743 juta (Rp 7,2 triliun). Total pendapatan juga meningkat menjadi USD 4,51 miliar dari USD 4,16 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.

F.       langkah-langkah yang harus ditempuh pemerintah Indonesia

   1.      Menyudahi atau memutuskan kontrak pada tahun 2021 nanti
   2.      Mengambil alih saham PT Freeport dimana sahamnya dipegang oleh pemerintah Indonesai dan menjadikannya BUMN
   3.      Memperkerjakan tenaga kerjanya berasal dari rakyat Indonesia terutama rakyat papua itu sendiri
   4.      Membuat peraturan tentang lingkungan alam, agar tidak terjadi penyalahgunaan alam dimana dapat merusak alam disekitar pertambangan
   5.      Pemerintah harus bisa mengoptimalkan hasil tambang untuk bisa mensejahterakan rakyat Indonesia

Sumber referensi :


NAMA KELOMPOK: 1. Fadli Magdat
                                  2. Nia Novia
                                  3. Yulfit Afrilda


No comments:

Post a Comment