TULISAN 1
A. Pengertian PT Freeport Indonesia
PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan
Copper & Gold Inc.. PT Freeport
Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung
tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua,
Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga,
emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
B.
Sejarah PT Freeport
Freport
atau PT. Freeport Indonesia merupakan perusahaan pertambangan yang mayoritas
sahamnya milik Freeport-McMoran Copper and Gold Inc. Freeport McMoRan Copper
and Gold Inc. pada awalnya merupakan sebuah perusahaan kecil yang berasal dari
Amerika Serikat yang memiliki nama Freeport Sulphur, didirikan pada tahun 1981
melaluimerger antara Freeport Sulphur, yang mendirikan PT Freeport
Indonesia dan McMoRan Oil and Gas Company. Perusahaan minyak ini didirikan oleh
Jim Bob Moffet yang menjadi CEO Feeport McMoRan. Sejak menemukan deposit emas
terbesar dan tembaga terbesar nomor tiga di dunia yang terletak di Papua,
perusahaan ini berubah menjadi penambang emas raksasa skala dunia. perusahaan
Freeport adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia.
PT.
Freeport Indonesia telah beroperasi selama kurang lebih 46 tahun sejak 1967,
dan kini merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang
Grasberg. PT. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di Papua di dua
tempat yaitu tambang Erstberg dari tahun 1967 dan tambang Grasberg pada tahun
1988 tepatnya dikawasan tembaga puri, kabupaten Mimika, provinsi Papua.
PT.
Freeport Indonesia telah mengetahui bahwa tanah di daerah Mimika Papua memiliki
potensi besar ada pertambangan emas terbesar di dunia, sehingga PT. Freeport
Indonesia mulai memasuki daerah Mimika pada tahun 1971 dengan membuka lahan
awalnya di Erstberg.
Penandatanganan
Kontrak Karya (KK) I pertambangan antara pemerintah Indonesia dengan Freeport
pada 1967, menjadi landasan bagi perusahaan ini mulai melakukan aktivitas
pertambangan. Tak hanya itu, KK ini juga menjadi dasar penyusunan UU
Pertambangan Nomor 11/1967, yang disahkan pada Desember 1967 atau delapan bulan
berselang setelah penandatanganan KK.
Keberadaan
dan operasional PT. Freeport Indonesia sejak 1967 hingga kini telah memberi
keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan induknya, yakni Freeport McMoran
di Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari jumlah penjualan Freeport pada tahun
2012, yaitu menjual 915.000 ons (28,6 ton) emas dan 716 juta pon (358 ribu ton)
tembaga dari tambang Grasberg di Papua. Hasil penjualan emas itu menyumbang 91%
penjualan emas perusahaan induknya.
Berdasarkan
laporan keuangan Freeport McMoran, total penjualan emas Freeport sebanyak 1,01
juta ons (31,6 ton) emas dan 3,6 miliar pon ( 1,8 juta ton) tembaga. Penjualan
tembaga asal Indonesia menyumbang seperlima penjualan komoditas sejenis bagi
perusahaan induknya.
Harga
komoditas pertambangan memang turun belakangan ini lantaran rendahnya
permintaan di pasar dunia. Namun, kondisi ini tidak terlalu berpengaruh
terhadap keuntungan perusahaan. Buktinya, laba Freeport naik sekitar 16 persen
pada kuartal keempat tahun lalu menjadi USD 743 juta (Rp 7,2 triliun). Total
pendapatan juga meningkat menjadi USD 4,51 miliar dari USD 4,16 miliar pada
periode sama tahun sebelumnya.
Pada
Maret 1973, Freeport memulai pertambangan terbuka di Ertsberg, kawasan yang
selesai ditambang pada tahun 1980 dan menyisakan lubang sedalam 360 meter. Pada
tahun 1988, Freeport mulai mengeruk cadangan raksasa lainnya, Grasberg, yang
masih berlangsung saat ini. Lubang tambang Grasberg telah mencapai diameter 2,4
kilometer pada daerah seluas 499 hektar dengan kedalaman 800 meter.
Diperkirakan terdapat 18 juta ton cadangan tembaga, dan 1.430 ton cadangan emas
yang tersisa hingga rencana penutupan tambang pada 2041. Bahkan ada spekulasi bahwa
PT. Freeport Indonesia juga memproduksi uranium, suatu zat yang sangat dicari
oleh banyak negara di dunia untuk kebutuhan energi, walaupun sebenarnya hal ini
belum terbukti secara sah.
Aktivitas
Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu 46 tahun telah menimbulkan berbagai
dampak. Dampak yang ditimbulkan itu sangat kompleks dan semakin parah dalam
kurun 5 tahun terakhir, meliputi dampak fisik maupun dampak social
C.
Pelanggaran dan pencemaran lingkungan:
• Tembaga yang dihamburkan dan pencemaran:
Freeport dengan alasan mendapatkan biji tembaga mentah secepat mungkin,
pengerukan dan pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan
tembaga dan pencemaran lingkungan. Lebih dari 3 miliar ton tailing dan lebih
dari empat miliar ton limbah batuan akan dihasilkan dari operasi PTFI sampai
penutupan pada tahun 2040. Secara keseluruhan, Freeport-Rio
Tinto menyia-nyiakan 53.000 ton tembaga per tahun, yang dibuang ke sungai
sebagai Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage, ARD) dalam bentuk buangan
(leachate) dan tailing. Tingkat pencemaran logam berat semacam ini sejuta kali
lebih buruk dibanding yang bisa dicapai oleh standar praktik pencegahan
pencemaran industri tambang.
• Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage):
Hampir semua limbah batuan dari tambang Grasberg sejak tahun 1980an sampai 2003
yang berjumlah kira-kira 1.300 juta ton berpotensi membentuk asam. Limbah
batuan ini dibuang ke sejumlah tempat di sekitar Grasberg dan menghasilkan ARD
dengan tingkat keasaman tinggi mencapai rata-rata pH = 3. Kandungan tembaga
pada batuan rata-rata 4.500 gram per ton (g/t) dan eksperimen menunjukkan
bahwa sekitar 80% tembaga ini akan terbuang (leach) dalam beberapa tahun.
Bukti menunjukkan 10 pencemaran ARD dengan tingkat kandungan
tembaga sekitar 800 mg/L telah meresap ke air tanah di pegunungan tanah Papua
disekitar daerah operasi Freeport yang terbilang sangat luas.
• Teknologi yang tak layak: Erosi dari
limbah batuan mencemari perairan di gunung dan gundukan limbah batuan yang
tidak stabil telah menyebabkan sejumlah kecelakaan, satu fatal. Kestabilan
gundukan limbah batuan merupakan problema serius jangka panjang.
Situs-situs penting bagi suku Amungme telah hancur olehnya, seperti Danau
Wanagon yang sudah lenyap terkubur di bawah tempat pembuangan limbah batuan di
Lembah Wanagon. Selain itu, sejumlah danau merah muda, merah dan jingga telah
hilang dan padang rumput Carstenz saat ini didominasi oleh gundukan limbah
batuan lainnya yang pada akhirnya akan menjulang hingga ketinggian 270 meter,
dan menutupi daerah seluas 1,35 km2.
• Pembekapan tanaman: Pengendapan tailing
membekap kelompok tanaman subur dengan menyumbat difusi oksigen ke zona akar
tanaman, sehingga tanaman mati. Proses ini telah terjadi pada sebagian bagian
besar ADA, meninggalkan tegakan mati pohon sagu dan pepohonan lain di daerah
terkena dampak. Ini juga jadi ancaman bagi populasi species terancam setempat
yang membutuhkan keragaman ekosistem hutan alam untuk bertahan hidup. Selain
nilai konservasinya, endapan tailing juga menghancurkan sungai dataran rendah
yang tinggi keragaman hayatinya, hutan hujan, dan lahan basah yang sangat vital
bagi suku Kamoro untuk berburu, mencari ikan dan berkebun.
• Tingkat racun tailing dan dampak
terhadap perairan: Sebagian besar
kehidupan air tawar telah hancur akibat pencemaran dan perusakan habitat
sepanjang daerah aliran sungai yang dimasuki tailing. Total Padatan Tersuspensi
(TSS) dari tailing secara langsung berbahaya bagi insang dan telur ikan,
serta organisme pemangsa, organisme yang membutuhkan sinar matahari
(photosynthetic), dan organisme yang menyaring makanannya (filter feeding).
Tembaga menghambat kerja insang ikan. Uji tingkat racun (toxicity) dan potensi
peresapan biologis (bioavailability) di daerah terkena dampak operasi
Freeport-Rio Tinto menunjukkan bahwa sebagian besar tembaga larut dalam air
sungai terserap oleh mahluk hidup dan ditemukan pada tingkat beracun.
• Logam berat pada tanaman dan satwa liar:
Dibandingkan dengan tanah alami hutan, tailing Freeport mengandung tingkat
racun logam selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn)
dan tembaga (Cu) yang secara signifikan lebih tinggi. Konsentrasi dari
beberapa jenis logam tersebut yang ditemukan dalam tailing melampaui acuan
US EPA dan pemerintah Australia dan juga ambang batas ilmiah phytotoxicity. Hal
ini menunjukkan kemungkinan timbulnya dampak racun pada pertumbuhan tanaman.
Pengujian dan pengambilan sampel lapangan menunjukkan bahwa tanaman yang
tubuh di tailing mengalami penumpukan logam berat pada jaringan (tissue),
menimbulkan bahaya pada mahluk hutan yang memakannya. Semua spesies hewan di
tanah Papua disekitar Freeport terkena dipastikan terkena racun yang berasal
dari logam.
• Perusakan habitat muara: Tailing sungai
Freeport-Rio Tinto akan merusak hutan bakau seluas 21 sampai 63 km2 akibat
sedimentasi. Kanal-kanal muara sudah tersumbat tailing dan dengan cepat menjadi
sempit dan dangkal. Kekeruhan air muara pun telah jauh melampaui standar yang
diterapkan di Australia, sehingga menghambat proses fotosintesa perairan.
• Kontaminasi pada rantai makanan di muara:
Logam dari tailing menyebabkan kontaminasi pada rantai makanan di Muara Ajkwa.
Daerah yang dimasuki tailing Freeport menunjukkan kandungan logam berbahaya
yang secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan muara-muara terdekat yang
tak terkena dampak dan dijadikan acuan. Logam berbahaya tersebut adalah
tembaga, arsenik, mangan, timbal, perak dan seng. Satwa liar di daerah hutan
bakau terpapar logam berat karena mereka makan tanaman dan hewan tak bertulang
belakang yang menyerap logam berat dari endapan tailing, terutama tembaga.
• Gangguan ekologi: Freeport sempat
menyatakan bahwa “Muara di hilir daerah pengendapan tailing kami adalah
ekosistem yang berfungsi dan beraneka ragam dengan ikan dan udang yang
melimpah.” Berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa bagian luar Muara Ajkwa,
termasuk daerah pantai Laut Arafura, mengalami penurunan jumlah hewan yang
hidup dasar laut (bottom-dwelling animals) sebesar 40% hingga 70%.
• Dampak pada Taman Nasional Lorenz:
Taman Nasional Lorenz yang terdaftar sebagai Warisan Dunia wilayahnya
mengelilingi daerah konsesi Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang,
luas taman nasional telah dikurangi. Kawasan pinus pada situs Warisan Dunia ini
terkena dampak air tanah yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang
mengandung asam dan tembaga dari tailing Freeport-Rio Tinto. Sementara, kawasan
pesisir situs Warisan Dunia ini juga terkena dampak pengendapan tailing.
Sekitar 250 juta ton tailing dialirkan melalui Muara Ajkwa dan masuk ke
Laut Arafura.
• Regenerasi di Daerah Tumpukan Tailing:
Tailing tambang pada akhirnya akan meliputi 230 km2 daerah ADA, pada kedalaman
hingga 17 meter. Daerah tailing ini kekurangan karbon organik dan gizi
kunci lainnya, dengan kapasitas menahan air yang sangat buruk. Kawasan ADA yang
luas yang telah mengalami kematian tumbuhan akibat tailing takkan pernah bisa
kembali ke komposisi species semula meski pembuangan tailing berhenti. Spesies
asli yang 13 bisa tumbuh kembali di tumpukan tailing tidaklah berguna bagi
masyarakat setempat, juga tidak bisa menggantikan keberagaman spesies asli yang
dulunya hidup di wilayah rimba asli dan hutan hujan bersungai dalam ADA yang
telah rusak.
• Transparansi: Freeport-Rio Tinto beroperasi tanpa tranparansi atau
pemantauan peraturan yang layak. Tak ada informasi atau diskusi publik tentang
pengelolaan saat ini dan masa depan di tambang. Juga tak ada pembahasan
mengenai alternatif pengelolaan limbah dan rencana proses penutupan
tambang. Terlepas dari keharusan legal untuk menyediakan akses publik terhadap
informasi terkait lingkungan, perusahaan belum pernah mengumumkan
dokumen-dokumen pentingnya, termasuk ERA. Freeport-Rio Tinto juga tak pernah
mengumumkan laporan audit eksternal independen sejak 1999. Dengan demikian
perusahaan melanggar persyaratan ijin lingkungan. ERA yang dihasilkan
meremehkan risiko lingkungan yang penting, gagal memberi pilihan untuk
mengurangi dampak pembuangan limbah, serta independensi dari para pengkaji ERA
pun patut dipertanyakan.
D. Dampak Sosial dan Budaya Pertambangan Freeport
Pertambangan Freeport menimbulkan dampak sosial dan budaya. Hal
ini dapat dilihat dari sisi kependudukannya. Pemukiman penduduk semakin tersingkir dan menjadi perkampungan kumuh
di tengah-tengah kawasan Industri tambang termegah di Asia.
Dengan demikian perkembangan tambang di tengah-tengah suku Amungme dan Kamoro ini bukannya mendatangkan kehidupan
yang lebih baik, melainkan semakin
menyudutka nmereka menjadi kelompok marginal. Hal
ini semakin terdorong oleh semakin besarnya arusur banisasi ke Timika dari daerah-daerah sekitarnya dan dari pulau
lain di Indonesia.
Dimana kehidupan homogen dimasa lalu seketika menghadapi tantangan dari luar dengan hadirnya berbagai suku dan bangsa
yang masuk wilayah adat suku Amungme dan Kamoro.
Persoalan lain yang paling
mendasar bagi masyarakat adat Amungme maupun masyarakat adat Kamoro adalah perlunya pengakuan kepada mereka sebagai Manusia di atas tanah mereka sendiri.
Persoalan martabat manusia harus dihargai oleh
siapapun. Kalau martabat suku Amungme dan suku Kamoro dihargai sebagai manusia,
maka persolan PT. Freeport
harus diselesaikan dengan melibatkan kedua suku tersebut sebagai masyarakat adat pemilik sumber daya alam tambang tersebut.
Meski di
tanah leluhurnya terdapat tambang emas terbesar di
dunia, orang Papua khususnya mereka yang tinggal di Mimika, Paniai,
dan Puncak Jaya
pada tahun hanya mendapat rangking Indeks Pembangunan Manusia ke
212 dari 300an lebih kabupaten di Indonesia. Hampir 70%
penduduknya tidak mendapatkan akses terhadap air yang aman,
dan 35.2%
penduduknya tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan.
Selainitu, lebihdari 25%
balita juga tetap memiliki potensi kurang gizi.
Dampak lain dari kehadiran
Freeport di Indonesia
adalah terjadinya berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM), sebagai akibat protes masyarakat terhadap Freeport
yang terkesan tidak memperhatikan kesejahteraan masyarakat Adat Suku Amungme dan Komoro
yang disebut sebagai pemilik tanah, emas, tembaga, hutan yang
kemudian dikuasa ioleh pihak perusahaan.
Dalam aksi protes,
masyarakat selalu berhadapan dengan piha kaparat keamanan
(TNI/POLRI), yang bertugas mengamankan Perusahaan, maka terjadilah pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Kasus pelanggaran HAM di wilayah penambangan berlangsung cukup
lama sejak hadirnya Freeport hingga kini.
Dari data BPS, Jumlah orang miskin di
tiga kabupaten tersebut, mencapai lebih dari 50% total
penduduk. Artinya, pemerataan kesejahteraan tidak terjadi.
Meskipun pengangguran terbuka rendah,
tetapi secara keseluruhan pendapatan masyarakat setempat mengalami kesenjangan.
Bisa jadi kesenjangan yang muncul antara para
pendatang dan penduduk asli yang tidak mampu bersaing di
tanahnya sendiri. Bisa jadi pula, angka presentase yang
menunjukkan kemiskinan, seperti akses terhadap air bersih,
kurang gizi,
akses terhadap sarana kesehatan mengandung bias rasisme.
Artinya, kemiskinan dihadapi oleh penduduk asli dan bukan pendatang.
Sedangkan dampak sosial dari pembuangan
tailing
kesungai Aikwa terhadap kedua suku tersebut maupun suku-suku
lain dari Papua,
dapat terlihat dekat dengan mata dimana kota Timika
yang dulunya banyak dusun sagu yang
memberi makan bagi masyarakat adat Kamoro,
dan suku-suku lain dari Papua maupun Indonesia yang tinggal di
kota Timika telah rusak.
Akibatnya masyarakat tidak bisa mendapatkan sagu sebagai sumber makanan pokok mereka,
disamping itu berkembang pesatnya pembangunan yang
didukung oleh Freeport membuat suku Amungme dan Kamoro menjadi minoritas
di atas tanahnya sendiri. Dengan peralatan sederhana,
mereka,
baik pendatang maupun masyarakat local, berani mempertaruhkan nasib,
bahkan nyawa, demi mencari konsentrat emas. Kebetulan, metode penambangan oleh
Freeport memang tidak bisa
100% menangkap konsentrat emas yang adadalam bijih.
E.
Dampak Ekonomi Pertambangan Freeport
PT. Freeport Indonesia yang bergerak
di bidang pertambangan memberikan manfaat ekonomi langsung dan tidak langsung
yang cukup besar bagi pemerintah di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten,
dan bagi perekonomian Papua dan Indonesia secara keseluruhan. Manfaat langsung
termasuk kontribusinya suatu perusahaan kepada negara, mencakup pajak, royalti,
dividen, iuran dan dukungan langsung lainnya. Kami merupakan penyedia lapangan
kerja swasta terbesar di Papua, dan termasuk salah satu wajib pajak terbesar di
Indonesia.
Laba Freeport naik sekitar 16 persen
pada kuartal keempat tahun lalu menjadi USD 743 juta (Rp 7,2 triliun). Total
pendapatan juga meningkat menjadi USD 4,51 miliar dari USD 4,16 miliar pada
periode sama tahun sebelumnya.
F.
langkah-langkah yang harus ditempuh
pemerintah Indonesia
1. Menyudahi atau memutuskan kontrak
pada tahun 2021 nanti
2. Mengambil alih saham PT Freeport
dimana sahamnya dipegang oleh pemerintah Indonesai dan menjadikannya BUMN
3. Memperkerjakan tenaga kerjanya
berasal dari rakyat Indonesia terutama rakyat papua itu sendiri
4. Membuat peraturan tentang lingkungan
alam, agar tidak terjadi penyalahgunaan alam dimana dapat merusak alam
disekitar pertambangan
5. Pemerintah harus bisa mengoptimalkan
hasil tambang untuk bisa mensejahterakan rakyat Indonesia
Sumber
referensi :
NAMA KELOMPOK: 1. Fadli Magdat
2. Nia Novia
3. Yulfit
Afrilda
No comments:
Post a Comment